“Are you sure about this, Elle?” tanya Narendra.
Dirinya tidak tenang saat mengetahui maksud dari pesan Elle semalam. Bagaimana ia bisa tenang kalau Elle dengan sukarela mau bertemu dengan Nate. Mantan pacarnya yang gila. Tapi Elle berkali-kali meyakinkan dirinya untuk percaya kepada pria itu. Kalau sudah diminta seperti itu apa boleh buat. Narendra hanya bisa menurut dan menjaganya.
“Iya, Na. Aku ke meja dia ya. Kamu tunggu di meja itu bareng yang lain,” Elle menunjuk sebuah meja yang letaknya tak jauh dari meja Nate.
Narendra menghembuskan napasnya dan meletakan telapak tangannya pada pipi kanan Elle. “Be safe, okay? Kalo dia mulai macem-macem langsung teriak aja.”
Elle terkekeh pelan. “Don’t worry. Aku jago berantem kok.”
Narendra memeluk Elle dengan erat kemudian melepaskannya. Ia berjalan ke meja yang berisikan Rendra, Nolan, Dirga, dan Evan. Elle berjalan ke arah sebaliknya. Ia menuju meja Nate yang sudah memperhatikannya dari awal ia datang.
“Lo mau pesen apa?” tanya Nate. Elle menggeleng sebagai jawaban, “Gua tadi udah makan. Lo aja yang mesen.” Nate mengangkat bahunya dan segera memanggil pelayan untuk memesan makanan.
Nate masih sama seperti dulu. Ia selalu ramah kepada pramusaji. Menurut orang-orang hal tersebut adalah bare minimum. Hal kecil yang memang sudah seharusnya dilakukan. Tapi di zaman ini masih banyak yang belum bisa menerapkan hal tersebut dan menganggap seorang pelayan adalah orang yang kastanya lebih rendah.
Elle menjadi sedikit mengenang masa lalu di mana seorang pelayan tidak sengaja menumpahkan air ke baju Nate tetapi ia tidak marah dan mengatakan agar tidak usah panik. Pelayan itu hampir dipecat kalau saja Nate tidak meyakinkan manager restoran tersebut.
Elle menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikirannya tentang Nate. Pria itu memang baik dan mempunyai good manners. Sayang hal tersebut seakan menghilang saat berbicara dengan Elle melalui chat.
Nate menaikan alisnya sebelah saat melihat Elle yang menggelengkan kepalanya. “You okay? Lo beneran udah makan? Kalo belom makan jangan bohong. Nanti kepala lo pusing karena telat makan.” Tersirat sebuah nada khawatir pada ucapan Nate.
“Gue udah makan.”
“Oh. Okay.”
“Let me get this straight to point. Kenapa lo mau balikan lagi sama gue? Dan dari sekian banyak cara lo malah milih cara yang menurut gue cukup jahat sekaligus creepy. Lo sendiri pernah bilang nggak suka stalker tapi apa yang lo lakuin ke gue sekarang nggak ada bedanya.” Elle menggebu-gebu dengan kalimatnya. Emosi yang terpendam seakan terlampiaskan begitu saja.
“Sorry. Gue tau cara gue salah. Tapi gue harus ngelakuin cara apa lagi biar lo mau balik ke pelukan gue?”
“Nothing. Nothing, Nate. Nothing.”
“I don't get it,” Nate bingung dengan kalimat ambigu tersebut.
“Nothing. Karena gue nggak akan pernah mau balik lagi ke pelukan lo. After everything you did to me? Hell no. I suffered enough and I don't wanna repeat the same pattern.”
“But why?”
“You literally being a complete jerk. Emangnya ga sadar? You left me at the day where we supposed to be in Paris and having some great time together.”
“C’mon, Elle, seriously? Kan gue udah bilang kalo gue bosen—” ucapan Nate terputus saat melihat tatapan mata Elle. Ia berdeham kemudian melanjutkan, “Gue bosen dan pas gue sadar kalo gue salah ninggalin lu gitu aja, gue ga berani buat ngehubungin atau nemuin lu. You looked happy and I don't wanna ruin your happiness.”
“Kemudian gue nyoba cari sosok orang yang baru buat ngusir kebosenan gue tapi mereka semua nggak ada yang sama kaya lu. Makanya gue berniat ngajak balikan lagi.”
Elle cukup bingung dengan Nate. Ia baru sadar pola pikir Nate aneh dan akalnya tidak bisa mencerna kalimat Nate.
“Sekarang emangnya lo ga liat gue juga tetep bahagia? I’m happy with Narendra. Lo bilang nggak mau ngerusak kebahagiaan gua tapi apa yang lo lakuin sekarang adalah kebalikannya. Can't you see it yourself?”
Nate terdiam. Ia mencoba mengingat kembali hal yang telah ia perbuat kepada Elle. Apa yang ia lakukan sekarang adalah terobsesi. Ia lupa dengan kenyamanan dan kebahagiaan Elle dan hanya terpaku untuk memiliki Elle lagi.
“Elle, I, I’m sorry.” Nate menggenggam tangan Elle. “Sorry. I'm really sorry. I just realized what I just did to you.”
Narendra melihat semua yang dilakukan Nate kepada Elle. Ia hampir saja bangun dari duduknya kalau Elle tidak menarik tangannya dari genggaman Nate.
“If you want to be forgiven. Jangan ganggu gue lagi maupun Narendra dan temen-temen gue yang lain. Gue menghargai semua memori tentang kita berdua di masa lalu. Apa yang udah terjadi biar jadi cerita di masa muda kita. Sekarang, fokus sama masa depan masing-masing. I hope you will find someone who can love you more than I do, Nate.”
Ucapan Elle membawa ketenangan pada hati Nate. Kilasan kenangan tentangnya dengan Elle membuat hatinya melemah. Bagaimana bisa ia menyakiti Elle dengan keegoisannya. Ia sudah memikirkan tentang masa depannya dengan Elle dan bagaimana bentuk anak mereka nanti. Namun semua itu rusak oleh egonya.
Elle adalah satu-satunya yang bisa membuat dirinya berhenti bermain hati dengan banyak orang. Perannya secara tidak langsung membawa perubahan baik kepada diri Nate.
“Nate, Nate, Nate,” panggil Elle.
“Elle. Gue nggak tau harus gimana lagi. Gue baru sadar seberapa penting peran lu di kehidupan gue. Kalau aja bisa balik ke masa lalu, bakal gua marahin diri gua yang dulu. Sayangnya kita nggak bisa balik ke masa lalu kan?”
“I still love you, Elle. But I'm letting you go. You deserve someone like Narendra. Not me.”
Seakan bisa membaca keadaan pelayan tersebut datang dan membawa pesanan Nate. Kemudian ia pergi lagi untuk mengambil pesanan lain.
“Don’t say that, Nate. Your past deserve me and my past deserve you. What happen after that anggep ga pernah terjadi.”
Nate tersenyum tipis. Elle tetaplah Elle. “Alright, Elle, gue anggap permintaan maaf tadi udah diterima.”
“Apology accepted. We good now?”
“Yes.”
Elle bersiap untuk berdiri. “Gue balik duluan ya. Enjoy your meals.” Belum sempat melangkah tangannya kembali ditahan oleh Nate.
Jujur saja Nate masih belum rela Elle pergi secepat ini tapi ketika matanya bertemu dengan sorot mata sedih Elle pelan-pelan ia lepaskan cengkeramannya.
“Hati-hati,” ucap Nate.
Elle tersenyum. “See you again, Nate.”
“See you again, Elle.” Nate berucap dengan pelan ketika Elle sudah berada di meja Narendra dan kawan-kawannya.
Nate menghabiskan makanannya dalam diam. Matanya meneteskan air mata ketika melihat Elle dan Narendra keluar dari restoran dengan selipan tawa bahagia. Cepat-cepat ia hapus air matanya dan lanjut menghabiskan makanannya. Ia ingin cepat beristirahat di hotel sebelum kembali ke Indonesia.
Selesai sudah hubungannya dengan Elle. The hardest part of loving someone is letting them go. Sekeras apapun berusaha memperbaiki, sesuatu yang sudah rusak tidak akan kembali baru. Begitu juga dengan hubungan Nate dan Elle. Kalau dipaksa maka mereka berdua yang akan merasakan sakit. That’s why letting go of each other is the best decision they made.