Encounter

Elle masih sibuk mengusap air matanya. Ia juga sedang menunggu pesanannya datang sambil berharap menu yang dipilihnya tadi dapat mengembalikan moodnya. Tepat ketika air matanya mulai berhenti seorang waitress datang dan bertanya apakah dia bersedia untuk berbagi meja dengan seseorang karena restoran sedang penuh dan ia terlihat makan sendirian.

Ia menganggukan kepalanya tanda setuju. Makan ditemani oleh orang asing sepertinya ide yang tidak terlalu buruk. Semoga saja tidak. Orang yang dimaksud akhirnya duduk berhadapan dengan dirinya. Pria itu dengan cepat menyebutkan pesanannya seperti orang yang sudah langganan.

Et voilà votre dîner, Monsieur Gabrielle Shiloh.” Makanan Elle disajikan bersamaan dengan makanan tuan di bangku sebrangnya. “Merci,” ucap Elle.

Keduanya saling berpandangan tampak ingin mengucapkan sesuatu. Suara telepon milik Elle menginterupsi mereka, Ren menelponnya kemudian mengirim pesan kalau ia tidak sengaja menekan tombol telepon. “Dasar. Bikin kaget aja.”

“Orang Indo?”

Elle mengangguk. Tampak kaget dengan pria di depannya. “Narendra Reeves. Panggil aja Narendra. Sorry dari tadi gue ga buka suara.” Narendra menjulurkan tangannya mengajak kenalan. “Gabrielle Shiloh. Panggil El atau Elle yang mana aja boleh walau pun ngucapinnya sama aja.” Elle membalas uluran tangan Narendra.

Let’s eat first, shall we?” Narendra bertanya yang dijawab dengan anggukan oleh Elle.


So, Elle, lagi vacation di sini?”

“Iya.”

Alone?”

“Harusnya sama cowo gue tapi dia mutusin gue 30 menit sebelum pesawat berangkat. Hence, I’m here all alone by myself.”

Narendra tersedak minumannya. Kasihan sekali pria di depannya. Manusia brengsek mana yang berani berbuat setega itu kepadanya. Poor Elle.

I’m sorry you have to went through that. Semoga cowo lu kalo jalan jari kakinya kejeduk ujung kaki meja.” Kalimat yang dilontarkan oleh Narendra membuat Elle tertawa. Senyumnya indah. Infact it’s the sweetest smile he gave after three days of crying. Narendra ikut tersenyum saat mata Elle membentuk bulan sabit saat tersenyum.

“Abis makan mau ke mana lagi Elle?” Narendra kembali bertanya sambil menyandarkan punggungnya ke kursi.

“Balik ke hotel kayanya. Capek banget seharian jalan-jalan muterin di sekitar sini, you?” Elle menyuap suapan terakhir ke dalam mulutnya.

“Gue juga kayanya. Baru sampe tadi sore soalnya.”

Elle ber-oh ria lalu meneguk minumannya. Ia mengelap mulutnya dengan tissue. Keduanya diam sejenak sebelum Narendra kembali bertanya, “Sorry kalo ga sopan, I’m curious with your name, could you tell me about it?”

Yang ditanya langsung memasang raut senang. Elle paling senang jika ditanyai soal namanya karena menurut dia cerita dibalik namanya sangatlah menarik dan ia ingin satu dunia tahu.

My parents was expecting a daughter dan hasil USG juga nunjukin perempuan. Semua keluarga gue juga bilang kalo mami gue cantiknya agak ketutup gitu dan menurut orang dulu kalo kaya gitu tandanya mau punya anak perempuan.

Long story short gue lahir and boom it turns out my parents are having a son. Mereka tetep happy tapi karena nama udah terlanjur disiapin dan orang tua gue gamau kelamaan bikin birth certificate jadilah nama gue sekarang, Gabrielle Shiloh.”

Narendra membuka suara, “It’s a beautiful name. Sebenernya mau itu namanya buat cewe atau cowo yang paling penting tuh artinya ngga sih? Gue kadang sebel sama emak-emak yang bawel soal nama anak cowo yang menurut mereka terlalu feminine. What so wrong about that? Kalo bisa milih gue pengen banget punya nama Maddy kaya yang di serial film Euphoria.”

Elle kembali tertawa. Orang asing di depannya ini sungguh menarik. Terakhir ia bertemu dengan orang asing adalah dengan Nate. Sudah empat tahun yang lalu. Mengingat tentang Nate membuat moodnya kembali memburuk.

Menyadari perubahan suasana hati pria manis di depannya Narendra kembali membuka suara, “Elle, tired? Mau balik ke hotel?”

Suara milik Narendra mengembalikan kesadarannya. Elle mengangguk dan meminta bill untuk membayar pesanannya. Selesai membayar pesanan masing-masing keduanya bersiap untuk beranjak pergi.

“Narendra, thank you for your accompany. You cheer me up a little. See you again.”

Belum sempat membalas Elle sudah berbalik badan dan berjalan menjauh. “See you again, Elle, if it’s possible.” Narendra berjalan menuju hotelnya sambil menggosok kedua tangannya. Udara saat malam hari lumayan dingin baginya. Mungkin faktor umur. Semakin dewasa tubuhnya semakin renta.

Kedua orang asing itu tiba di kamar hotel masing-masing dengan perasaan campur aduk. Narendra sedikit berharap untuk bisa bertemu lagi. Elle berharap ada orang asing sebaik Narendra yang mau menemani harinya besok.