82.
Bukan Mahen namanya kalau tidak melakukan apa yang dia mau seenak jidatnya. Usai berbicara dengan Rey, ia langsung izin pamit untuk menemui Harvey. Rey sendiri tidak ambil pusing dengan hal itu.
Mahen banyak bergumam dalam hati. Ia sedikit merasa kecewa ketika Harvey pergi begitu saja meninggalkan dirinya. Hal terakhir yang ia ingat adalah Harvey izin untuk ke toilet tapi tidak kunjung kembali. Mahen terlalu menghiraukan Harvey saat pria tersebut tidak kembali dalam kurun waktu sepuluh menit, mungkin saja toiletnya sedang ramai. Tiga puluh menit berlalu dirinya mulai dilanda gusar tapi sekali lagi ia tepis pikiran negatifnya, mungkin Harvey sedang mampir ke suatu tempat. Sejam berlalu barulah dirinya mulai panik dan mencoba menghubungi Harvey yang sayangnya tidak dibalas sama sekali.
Mahen mulai mencari Harvey dibantu dengan Rey. Mereka beristirahat sejenak setelah mengelilingi dua lantai. Tiba-tiba sebuah balasan pesan muncul di layar handphone Mahen. Harvey yang mengiriminya pesan. Mahen membalas pesannya dengan khawatir, takut terjadi sesuatu pada Harvey. Saat diberitahu tidak apa-apa ia menghembuskan napas lega dan jalan menuju tempat Harvey berada.
Sampai di tempat Mahen langsung mendudukan diri di samping seseorang yang sedari tadi menemani Harvey. Rasa canggung menghampiri ketiganya.
“Lo, kenapa gak bilang kalo mau ketemu dia,” tunjuk Mahen kepada orang di sebelahnya. Harvey hanya menatap acuh.
“Vey, kalo gue ada salah gue minta maaf. Jangan langsung tiba-tiba ngilang kaya tadi. Bilang mau ke toilet tapi nggak balik-balik.”
“Lo aja asik banget sama Rey sampe lupa ada gua. Yakin lo tetep bakalan denger omongan gua?”
“Ya, senggaknya lo ngomong sesuatu lah, lewat chat juga bisa tapi lo milih buat diem.”
Di antara Harvey dan Mahen tidak ada yang mau mengalah. Keanu menjadi salah tingkah ketika dua orang tersebut saling menaikan egonya. Mau melerai tapi takut malah memperkeruh suasana.
Makanan datang di waktu yang pas. Saat Harvey hendak membuka mulutnya seorang pelayan datang membawa pesanan dan menaruh makanan mereka di atas meja.
“Ini makanannya cuma dua, ya, Mas?” tanya pelayan tersebut memastikan.
“Iya, Mbak.”
“Baik, Mas. Ini mau saya adukin atau Masnya mau aduk sendiri?”
“Sendiri aja, Mbak.”
“Baik. Pesanan sudah lengkap, kalau ada tambahan bisa langsung ke kasir, ya, Mas. Terima kasih.” Pelayan tersebut meninggalkan meja setelah Harvey dan Keanu balas mengucapkan terima kasih.
Suasana tegang yang sempat terintruspi kembali lagi ke permukaan. Mahen dengan air wajah tegang dan Harvey dengan tatapannya yang tajam.
Melihat dua orang ini tidak akan menuruni egonya akhirnya Keanu mengambil gerakan. Ia sentuh lengan Harvey, “Makan dulu, Vey. Debatnya nanti lagi.”
“We're not—” sanggah Mahen.
“Iya, nggak debat cuma saling berantem.” Ucapannya mengundang tatapan tajam dari dua insan yang berperang dingin. “Bener kan? Kalo mau berantem lanjut nanti, biarin Harvey makan dulu. Gue nggak tau lo ada masalah apa sama Harvey tapi bisa jangan ganggu dia dulu kan?” Keanu menyendokan makanan ke dalam mulutnya.
Mahen menatap tidak suka, “Gue lebih tua satu tahun kalo lo lupa dan lo nggak berhak menggurui gue soal Harvey. Dia tetep salah udah ninggalin gitu aja tanpa kabar .”
“Lo juga salah nyuekin Harvey gitu aja. Dia nggak akan pergi tanpa kabar kalo lo mau menghargai keberadaan dia,” jawab Keanu.
Harvey tersenyum dalam diam. Buru-buru ia melahap suapan baru ke dalam mulutnya agar tidak ada yang melihat kalau dirinya sedang tersenyum.
Di sisi lain Mahen kalah telak dengan ucapan Keanu. Ia diam beberapa saat dan membiarkan keheningan mengisi. Hanya ada suara denting sendok dan garpu.
Keheningannya berhenti ketika ia mengingat sesuatu. Ia rogoh kantung celananya dan mengambil sebuah cincin.
“Cincin lo. Cincin yang lo beli kembaran buat lo dan gue.” Cincin tersebut ditaruh di dekat Harvey. Pemiliknya hanya diam dan lanjut menikmati makanannya. Tidak mengindahkan ucapan Mahen.
“Pulang nanti sama gue kan?” tanya Mahen.
“Gak.”
“Naik grab? Papi lo emangnya ngebolehin?”
“Keanu. Gue pulang sama Keanu.”
Yang namanya disebut tersenyum penuh kemenangan. Mahen melirik Keanu sekilas dan kembali bertanya, “You don't know about him. Kenapa mau pulang sama Keanu?”
“You know nothing about me either, Mahen. Stop ngomong tentang siapa paling kenal siapa ketika lo sendiri nggak kenal begitu dalam soal gua.” Harvey meletakan sendok dan garpunya di atas meja. “I'm done eating. Ken, ayo pulang.” Keanu mengangguk dan berdiri dari duduknya, mengekori Harvey yang meninggalkan Mahen dalam keterdiamannya.