48.

tw // sexual harassment, sexual assault

Bel sekolah berbunyi menandakan pelajaran telah berakhir. Waktunya para murid dan guru untuk menyudahkan aktivitas belajar mengajar. Anak-anak yang lain diperbolehkan pulang kecuali Daniel. Beberapa murid tampak ragu untuk meninggalkan Daniel sendirian di kelas dengan guru matematika tersebut karena kejadian tadi pagi yang sangat tidak etis bagi seorang guru untuk mengelus wajah muridnya. Tetapi mereka tidak ada pilihan lain karena kalau tidak segera pergi meninggalkan kelas mereka akan mendapat hukuman mengerjakan 50 soal matematika. Akhirnya tinggal Daniel dan guru itu di ruangan kelas yang sepi.

“Daniel, kerjakan soal di papan tulis!” Seperti biasa dirinya akan diminta untuk mengerjakan 5 soal di papan tulis dan di saat dirinya lengah guru tersebut akan melancarkan aksinya. Hari ini guru tersebut tampak lebih berani untuk berkontak fisik. Mulai dari mengelus wajah Daniel di pagi hari, beberapa kali tertangkap menyentuh tangannya ketika pelajaran sedang berlangsung, dan sekarang ia berdiri di belakang Daniel. Biasanya ia hanya memperhatikannya dan tidak beranjak dari kursinya.

Daniel begitu fokus mengerjakan soal agar dirinya bisa cepat pulang. Penjagaannya lengah dan tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Tangannya meraba pinggang Daniel naik turun. Reflek tubuhnya seakan beku. Daniel diam tidak berkutik. Terlalu bingung memproses situasi yang sedang terjadi. Ia hanya bisa berkata, “Sir, lepasin.” Namun pelukan di pinggangnya semakin erat. “Kalau saya lepas kamu bakal teriak ngga?” Daniel mengutuk pria itu dalam diam. Sialan sekali orang ini. Ingin sekali ia tendang buah zakar orang yang sama sekali tidak pantas menyandang status guru tapi tubuhnya benar-benar mengkhianati keinginannya. “Kamu cium saya dulu baru nanti saya lepas pelukannya. Nilai kamu juga bakal aman sampai lulus tapi kalo nolak saya pastikan kamu kesulitan.”

“Sir dan Miss bisa lihat dan denger sendiri kan apa yang lagi dilakuin sama orang pedo itu. Nini— maksud saya Daniel cuma menjalankan tugasnya sebagai siswa yang baik dan tidak kabur dari hukumannya buat mengerjakan soal matematika tapi orang yang seharusnya bersikap sebagai guru malah ngambil kesempatan dalam celah dan manfaatin posisinya buat mempersulit murid pintar kaya Daniel.”

“Sir Budi ikut saya ke ruang kepala sekolah. Sekarang.” Ucap salah satu guru. Tidak memiliki pilihan lain orang bernama Budi pergi ke ruangan kepala sekolah. “Daniel, kamu boleh pulang. Secepatnya saya pastikan dia sudah keluar dari sekolah ini. Terima kasih sudah mau berani untuk melapor kamu hebat, nak. Maaf kamu harus ngalamin hal kaya tadi.”

“Sebenernya saya takut banget, Miss, apalagi tadi… Pokoknya saya cuma berharap supaya guru itu bisa dikeluarkan secepatnya. Bukti yang udah saya dan teman-teman kumpulkan harusnya cukup ditambah sama hal yang baru saja tadi terjadi.”

Sorot mata sang guru melembut. “Kalau kamu ada niat untuk melapor ke pihak berwajib saya siap jadi saksi.”

Daniel tersenyum. “Thank you, Miss.

“Sama-sama. Kemungkinan kamu besok harus datang sekali lagi lalu dispensasi 3 hari untuk istirahat di rumah. Orang tua kamu juga besok wajib datang ke sekolah untuk mengurus beberapa hal.” Miss Sandra menghembuskan napas. “Be strong, Daniel.

I will.

Setelah Miss Sandra meninggalkan mereka Daniel mendapat pelukan yang erat dari keempat sahabatnya. Pelukan hangat yang seolah ingin menghapus peristiwa sebelumnya dan ditutup dengan tawa. Salah satu dari mereka iseng menggelitik pinggangnya.