28. Good Day with Marcus

Kelima bocah SMA tahun terakhir itu akhirnya tiba di Bali setelah kekacauan yang sudah mereka perbuat. Dimulai dari rencana pergi yang mendadak dan Niko yang sudah terlanjur booking pesawat beserta villa hari itu juga. Mereka memang biasa melakukan impromptu trip tapi selalu ada selangan waktu sehari untuk bersiap. Namun kali ini Niko lah yang mengambil alih peran Daniel yang biasanya menjadi penyusun segala hal di pertemanan mereka. Hasilnya semua dijalani dengan terburu-buru, hampir saja mereka tertinggal pesawat kalau saja tidak delay selama 2 jam. Ditambah mereka yang melakukan hompimpa untuk menentukan siapa yang duduk di sebelah Daniel dan Marc yang menjadi pemenangnya.

Setelah sampai di villa mereka kembali ribut untuk menentukan makan malam yang sudah sangat larut. Tidak ada pilihan lain mereka akhirnya memesan ayam McDonald's dan kembali melakukan hompimpa untuk menentukan 2 orang yang akan keluar membeli makanan. Eli dan Marc menjadi korban kekalahan dan harus berjalan kaki membeli makanan, sementara ketiga orang lainnya belanja kebutuhan mereka untuk sesaat di Indoapril.

The next day

Daniel bangun dari tidurnya di saat yang lain masih terlelap dengan nyenyak. Semalam setelah menghabiskan makanannya ia memilih untuk tidur duluan karena sudah tidak kuat menahan kantuk. Jadi lah sekarang ia bangun lebih awal. Ia menggosok gigi dan mencuci muka kemudian memakai sunscreen. Saat sedang berjalan ke ruang tamu ia mendengar suara seseorang yang sedang memetik gitar dan bersenandung pelan mencari nada yang pas untuk gitarnya.

Di balkon yang jendela dibuka dengan lebar terdapat Marc yang punggungnya menghadap Daniel. Sejak kapan bahu temannya menjadi selebar sekarang, padahal dulu Daniel yang paling besar di antara temannya. He can't take his eyes off of Marc’s back. His best friend only wear a short pants with no clothes which makes Daniel gulped so hard. Rambutnya yang setengah basah bergerak karena semilir angin pagi lengkap dengan sinar pancaran sinar matahari yang membuat temannya itu terlihat sangat attractive di mata Daniel. Now he knows why some people are crazy about Marc not to mention his voice while singing Good Days by SZA and how good his fingers moves strumming melodies out of his guitar.

Tanpa sadar Daniel ikut bernyanyi membuat pemuda yang sedang memetik gitarnya itu menoleh ke belakang. Ia panggil Daniel untuk ikut duduk bersamanya, “Nini sini sunbathing.” Tapi ditolak oleh Daniel. “No. Panas. Gue juga ga kuat kalo bersin mulu.” He's alergic to sun. Not a serious kind of allergy but he gets tired when he has sneezes nonstop. Marc bergeser ke tempat yang lebih sejuk yang tidak berhadapan dengan sinar matahari.

“Sini, ngga silau kok, gue halangin juga sinarnya.” Akhirnya mau tidak mau Daniel luluh dan duduk di antara kaki Marc dan bersender ke dada bidangnya. Lengan Marc yang panjang sangat berguna untuk situasi sekarang, gitarnya ia taruh di depan Daniel dan tangannya menjulur untuk memetik senar. Mereka lanjut bernyanyi Good Days dan lagu-lagu lainnya yang sesuai dengan mood pada pagi hari. Lazy, warm, and comforting.

Selama bersandar pada dada Marc dapat Daniel dengar betapa cepatnya jantung pria tersebut berpacu. Mungkin efek dari adrenalin selama bernyanyi sambil memainkan gitar tanpa salah sedikit pun. Nyanyian mereka berubah menjadi senandung lalu menyisakan hanya Marc yang terus memetik senar gitarnya, mencoba meraba tangga nada dari lagu yang belum pernah ia mainkan. Fokus Daniel tidak lagi ke alunan nada melainkan pada wajah pria yang sedang merengkuhnya dalam pelukan. Sejak kapan Marc yang tadinya mirip seekor tupai berubah menjadi pria dewasa. Tulang pipi dan garis rahangnya menajam. Dagunya juga tidak lagi polos seperti anak kecil.

Daniel tried to reach Marc’s unshaved stubble. Unable to resist the growing curiosity of how will they feel across his skin. He wasn't aware of what he did but neither was Marc showing discomfort. He leans to his touch. They stay like that for a while. Marc yang menatapnya dengan penuh pemujaan dan Daniel yang sendu. Ia sedang dihantam dengan kenyataan bahwa teman kecilnya kini sudah menjadi pria dewasa. “Marc, you've grown so much.” Sang pemilik nama tersenyum. “You too. Grown into a such beautiful man, Nini.” Marc menyentuh jemari Daniel yang masih berada di wajahnya. Ia bawa tangan tersebut untuk diberi ciuman. “My beautiful Daniel or should I say Nini.” Daniel tersenyum mendengarnya.