204.
Kalau ada kata yang lebih bisa menggambarkan ‘terpesona’ maka Keanu akan bersembah sujud kepada penemu kata tersebut. Terpesona saja tidak cukup untuk menjelaskan apa yang ia rasakan sekarang. Sudah tak terhitung berapa kali ia terpesona hari ini. Harveynya, iya, Harveynya. Pria dengan rupa menawannya yang membuat Keanu ingin memukul siapa saja yang berani menyakitinya.
Harvey selalu membuat dadanya berdegup kencang. Hembusan napas saja mampu membuat Keanu kalang kabut.
Namun, tidak hanya Keanu saja yang terpesona oleh Harvey. Para mahasiswa yang sedang berada di universitasnya juga ikut terkagum-kagum ketika Harvey berjalan di sekitar mereka. Keanu kira tempat ini akan sepi mengingar mereka berkunjung saat libur panjang sedang berlangsung tapi perkiraannya meleset jauh. Perasaannya menjadi sedikit sebal ketika ada beberapa orang yang coba menggoda pacarnya.
Rasa cemburunya terus memuncak sampai akhirnya ia merajuk ingin istirahat sebentar di hotel. Merasa kasihan akhirnya Harvey menyudahi acara melihat-lihat kampus yang akan menjadi tempat belajar Keanu dan pergi menuju hotel.
Diletakan barang-barang bawaan mereka saat tiba di kamar. Harvey merapikan sedikit barang mereka sementara Keanu membasuh dirinya di kamar mandi untuk menyegarkan pikirannya dari rasa cemburu. Tak lama kemudian ia selesai menjernihkan pikirannya. Dibukanya pintu kamar mandi dan pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah Harvey yang sedang sibuk melakukan mix and match di depan cermin besar.
Lagi, dirinya terpesona saat melihat Harvey yang bergerak ke kiri dan ke kanan untuk melihat apakah pakaiannya membuat bentuk tubuhnya aneh atau tidak. Sadar Keanu sedang memperhatikannya melalui pantulan cermin Harvey memutar tubuhnya menghadap sang pacar. Detik itu juga matanya hampir keluar.
“KEANU HANDUKNYA MELOROT!!!”
“HAH.”
Kuping dan wajah Keanu tidak kunjung padam dari merah. Memalukan sekali handuknya tiba-tiba lepas dan dengan tidak sengaja ia mempertontonkan aset berharganya di depan Harvey yang baru menjadi pacarnya selama sebulan lebih lima belas hari.
“Udah ih ngapain malu terus-terusan. Kita sama-sama cowo, aku juga punya aset kaya kamu— mukanya jangan ditutup.” Harvey dengan sekuat tenaga ia berusaha menyingkirkan tangan Keanu. Namun sia-sia, tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Keanu.
“Malu lah aku bikin kamu ngeliat adegan gak senonoh.” Keanu menarik selimutnya sampai atas kepala dan segera ditahan oleh Harvey. Lengannya digigit dengan kencang hingga ia reflek melepas tarikan pada selimutnya.
“Vey, sakit dong digigit.” Diusapnya bagian yang tadi digigit oleh kekasihnya. “Ya lagian kamunya,” balas Harvey.
“Lagian kamu ngapain deh sampe nggak sadar handuknya udah jatoh di lantai?”
“Terpesona.”
“Maksudnya?”
“Aku terpesona punya pacar cantik banget. You are the most gorgeous person I’ve ever met. Salah. Satu-satunya makhluk paling cantik yang pernah aku liat. Apapun yang kamu lakuin, walau cuma napas sekali pun tetep keliatan cantik di mata aku.”
Harvey yang sedang duduk bersila di atas kasur langsung membungkus tubuhnya dengan selimut. Giliran dirinya yang malu dengan semua perkataan Keanu.
Dengan gerakan yang lembut ia tarik selimut tersebut. Membuat Harvey terlihat seperti anak bayi yang dibedong ibunya. “I was always admiring you in silent. Sekarang aku bisa ngagumin secara langsung.” Ditangkupnya wajah Harvey dalam telapak tangannya. “I was once your personal admirer and will always be your personal admirer.”
Jarak di antaranya menipis. Bibir mereka hampir saling sapa kalau saja perut Harvey tidak tiba-tiba protes minta diberi makan. Keanu tertawa dan mendaratkan kecupan ringan di pipi Harvey. “Ayo cari makan dulu. We can always do it in another time, okay?” Diusapnya pipi kemerahan itu.
Harvey menarik kembali selimutnya untuk menutupi wajahnya dan bergumam, “Okay.”