199.
Here they are sitting on the chair and waiting for the food to be serve. Harvey menengok ke kiri dan kanan karena penasaran dengan desain yang tertera di dinding restoran, pria di depannya hanya berdiam diri sambil mengagumi indahnya sang kekasih hati.
Teringat sesuatu akhirnya Harvey menyudahi acara melihat-lihat. “Oiya, tadi kamu mau ngomong apa?” tanyanya sedikit ragu. Ini pertama kalinya mereka bertemu setelah pulang dari hotel dengan status sebagai sepasang kekasih. Pertama kalinya juga Harvey menggunakan aku-kamu secara langsung kepada pacarnya.
Keanu berdeham menghilangkan rasa gugupnya. Cepat atau lambat ia harus memberitahu Harvey tentang hal ini. “Besok pengumuman SBMPTN,” ucapnya dengan hati-hati. “Iya. Semoga temen-temen kita yang ikut SBM bisa keterima,” jawab Harvey dengan riang.
“Aku salah satu pesertanya.”
Panik di dalam diri Keanu semakin meronta ingin keluar. Ia tidak sanggup untuk menerima respon dari kekasihnya. Terlihat ada sorot gundah pada mata Harvey yang membuat Keanu ingin menarik ucapannya sekarang juga.
“Di mana?”
“Bandung.”
Percakapan mereka terhenti sejenak. Hening menemani mereka yang sibuk dengan pikirannya masing-masing. Saat makanan tiba pun tidak ada yang berbicara.
Harvey meletakan sendok dan garpu di atas piring, “I’m done eating.” Bukan karena selera makannya yang menguap, Harvey hanya mengucapkan kalimat yang kerap kali diucapkan setelah selesai menyantap makanan. Keanu menyusul kemudian.
“Vey,” panggil Keanu dengan lirih.
“Bosen, jalan ke tempat lain yuk?”
Keanu menghela napas pasrah, “Ke rumah aku, mau?” tanyanya yang dibalas dengan anggukan. Detik berikutnya mereka sudah berjalan menuju mobil dan Keanu mengemudikan mobilnya ke tempat ia tinggal.
Keanu membawa Harvey ke kamarnya dan merapikan sofa kecilnya yang berantakan agar Harvey bisa duduk nyaman. Ia tarik kursi lain karena sofanya hanya muat diduduki satu orang. Setelah nyaman dengan posisi masing-masing mereka kembali diam. Harvey sibuk membuat pola acak di bantal kecil yang ia peluk yang mana terlihat lucu di mata Keanu.
“ITB ya berarti”
Keanu mengalihkan pandangannya dari jemari ke wajah Harvey. “Iya, ITB.”
Harvey tersenyum dan membalas tatapan Keanu,“Semoga keterima jadi maba ITB.”
Bukan ini respon yang ditunggu Keanu. Otak pintarnya berusaha mencerna ucapan Harvey. Ia sudah menyiapkan beberapa kalimat balasan kalau-kalau pacarnya marah atau setidaknya sedih tapi yang terjadi malah sebaliknya. Harvey dengan bangga mendoakannya agar diterima di kampus tersebut.
Melihat kekasihnya yang kebingungan Harvey tertawa kecil, “You think I will be mad and sad? nggak bakal. Buat apa aku marah karena hal kaya gitu doang. I’m proud and happy for you, Ken.”
Keanu hendak membuka mulut ingin memprotes tetapi bibirnya kembali mengatup. Semakin bingung mau bereaksi apa. “Sedih sih sedikit soalnya kita harus LDR. Tapi nggak apa-apa. Jaraknya gak terlalu jauh juga. Aku bisa nyamperin ke Bandung tiap weekend kalo lagi nggak sibuk. Bayangin deh how cool it is punya pacar anak ITB. Awas aja itu kampus berani nolak kamu, aku marahin nanti.”
Keanu harusnya senang dengan dukungan yang Harvey beri tetapi dirinya malah bertambah sedih. “Aku malah berharap nggak diterima. Biar bisa ke PTS di sini. Satu universitas sama kamu.”
Harvey menekuk alisnya. “Jangan gitu dong. Kamu harusnya prioritasin diri sendiri dan tujuan kamu. Jangan karena aku malah kamu buang gitu aja mimpinya. If you dare to do it I won't hesitate to break up with you,” ancam Harvey. Sebuah tangan melingkar pada pinggang rampingnya, membawanya lebih dekat ke dalam pelukan. Keanu berlutut dan membenamkan wajahnya di perut Harvey. “Jangan. Nggak mau putus.”
Diusapnya kepala yang mendusal di perutnya. “Apapun hasilnya nanti diterima, ya. Tapi kalo kamu berani berbuat aneh, omongan aku tadi masih berlaku.” Ultimatum yang diberikan kepada Keanu membuatnya semakin mengusakan kepalanya pada perut Harvey.
Matanya melihat dengan gusar. Dengan perlahan ikut berhitung mundur. Menunggu waktu pengumuman tiba. Harvey pegang tangan Keanu yang dari tadi tidak berhenti bergetar. Mencium tangannya guna menenangkan sang kekasih.
Waktu menunjukan tinggal tiga puluh detik lagi sebelum pengumuman. Saat tiba saatnya Keanu terlalu gugup hingga Harvey lah yang mengetikan informasi yang dibutuhkan untuk membuka hasil SBMPTN. Harvey berteriak ketika melihat tulisan pada layar monitor. Keanu diterima di kampus impiannya. Sebuah ciuman pada pipi ia hadiahkan kepada kekasihnya yang masih sangat gugup dan tidak bisa berhenti gemetar.
“I'm so proud of you, Ken.” Harvey benar-benar bangga dengan kekasihnya. Dipeluknya tubuh atletis itu dengan erat. Ia terlalu senang sampai-sampai tak menyadari sebuah isakan telah menginterupsi sedari tadi. Keanunya menangis.
“Kita beneran LDR? Aku nggak mau.” Ucapannya terlalu pilu untuk didengar. Bagi sebagian orang mungkin ini hanyalah masalah sepele yang tak perlu dibesarkan. Namun bagi Keanu ini adalah masalah yang amat besar. Baru saja dia dan Harvey menjadi sepasang kekasih tetapi harus kembali berpisah karena pendidikan. Seakan semua usaha yang telah ia perjuangkan dihempas dengan sia-sia oleh keadaan.
Di sisi lain di balik wajah dan intonasinya yang riang ada kesedihan yang mendalam. Harvey juga sedih mereka harus berpisah. Bisa saja ia bertindak egois dan melarang Keanu untuk pergi menempuh pendidikannya di luar kota, tapi ia akan menjadi orang paling jahat kalau menuruti permintaan hatinya.
Harvey menarik napas dalam. “Ken, I'll visit you once a week. Aku bakal belajar nyetir biar bisa bawa mobil sendiri ke Bandung. You don't need to worry. Kamu juga bisa video call kalo kangen. I know it will be tough but I swear we're going to be just fine. Kuncinya cuma komunikasi.”
“What if we fail? what if I failed?”
“We will. Kamu cukup cerita gimana keseharian kamu. Nggak perlu semua diceritain yang penting kamu cerita dan nggak diem aja pasti nggak akan terjadi apa-apa.” Harvey menjauhkan kepala Keanu dari pelukannya. “Udah ya jangan nangis terus. Jelek tau kaya kebo.” Ibu jarinya dengan telaten menghapus air mata dan ingus Keanu tanpa rasa jijik sedikit pun. Diambilnya tisu basah di atas meja dan ia elap tangannya ke tisu tersebut.
“Let's go tell your parents and Puput about this good news, shall we?”
Dengan secuil tenaga yang ia punya Keanu bangkit berdiri dan menerima uluran tangan Harvey, “Let's go.”